...Maka Seharusnya Tidak Sesulit Itu
EHEM. jadi udah lama ya ga nongol di blog. kali ini cuma pengen ngeshare sedikit.... emmm entahlah ini dibilang cerpen juga ga layak, dibilang prosa juga bukan emmm... apa ya? ya sekedar tulisan iseng di sore hari setelah kelelahan menikmati pemandangan bawah laut :D
so, enjoy :)
.
Dia pernah
merasakan yang lebih sakit dari ini, maka seharusnya kali ini tidak lebih sulit
dari sebelumnya. Mematikan kenangan adakalanya tidak seberat menghapus air mata
atau bahkan menahannya untuk tidak keluar. Ia sudah pernah tercabik sebelumnya,
seharusnya sekarang dia jauh lebih kuat.
Teriakannya kala
itu terasa amat perih di semua telinga yang mendengar, tangisannya dulu menghujam
jantung siapapun yang melihat. Seolah setelah hari itu ia tidak bisa lagi
meneteskan air mata walau sedikit saja. Hari itu adalah hari di mana bunda
pergi untuk selamanya, direnggut pengendara mobil mewah yang lalai mengawasi
lampu lalu lintas yang sedetik sebelumnya berubah warna menjadi merah membara. Rumah
sakit tempat bunda dilarikan setelah kejadian itu menjadi saksi sakit yang ia
rasakan.
Hari ini adalah
kedua kalinya ia dihadapkan pada kenyataan yang sama. Ia hanya diam ketika
tubuh tak berdaya itu diangkat di hadapannya, tangannya yang menggenggam erat
lengan baju yang dikenakan pemilik tubuh itu dilepaskan pelan-pelan oleh entah
siapa, matanya tidak pernah berhenti mengikuti arah kemana tubuh itu akan
dibawa. Ia bisa mendengar isak tangis yang bergema di sekelilingnya, di lorong
kecil Rumah Sakit tempat mereka sekarang berada, tapi ia tetap diam. Sampai ketika
tubuh yang ditutupi kain putih itu dilewatkan lagi dihadapannya menggunakan
tempat tidur yang didorong oleh para perawat, matanya tetap mengawasi dengan
pandangan kosong.
Beberapa terlihat
murka karena kelakuannya, beberapa memaklumi karena mengerti apa yang ia
rasakan, beberapa yang lain merangkul dan menangis di pundaknya sementara tidak
ada setetespun air mata yang mengalir dipipinya.
Kalau ia bisa
menangis, mungkin tangisannyalah yang paling keras terdengar mengalahkan
puluhan isakan yang lain. Tapi air matanya sudah mengering sejak kepergian
bunda, tidak ada lagi yang tersisa. Lututnya hanya tiba-tiba melemas dan
membuatnya jatuh terduduk di lantai karena sudah tak sanggup lagi menahan berat
tubuhnya. Bagaimana tidak, ia melihat nyawa orang yang ia sayangi diambil lagi
di depan matanya. Kali ini seharusnya ia merasakan sakit yang lebih karena
orang itu tidak pernah tahu apa yang ia rasakan untuknya dan ia belum juga
memiliki keberanian untuk mengungkapkannya dan kini orang itu benar-benar tak
akan pernah mengetahuinya.
Ia sudah tidak
lagi dalam pelukan seseorang ketika terduduk di lantai tanpa air mata, ia hanya
sendiri, namun ia merasakan perih yang luar biasa menekan kencang dadanya. Ia ingin
berteriak, namun di satu sisi ia menanyakan pada dirinya untuk apa berteriak? Hanya
akan memekakan telinga, atau bahkan menghilangkan suaranya sendiri. Ia hanya
mencoba mengatakan lagi berulang-ulang kali kalimat yang seharusnya sudah lama
ia katakan pada orang itu, tanpa harus menunggunya pergi terlebih dahulu.
Aku sayang kamu..
.
regards,
neneng :)
Post a Comment