Tanpa Lilin
Kenapa dengan lilin?
Lilin ini awalnya tertidur dalam sebuah lemari tanpa seorang pun mengetahui sebelum kemudian kamu mengeluarkan dan menawarkannya padaku untuk menerangi sekelilingku yang gelap. Bagaimana kamu menyalakannya dengan korek yang kamu bawa di tanganmu dan membuat cahaya memancar.
Lilin itu tidak seberapa tinggi, tapi entah bagaimana semakin hari lilin itu bukannya semakin pendek melainkan tetep setinggi sebelumnya atau malah bertambah tinggi tanpa alasan.
Aku tidak paham bagaimana, tapi aku enggan menanyakannya.
Setiap hari aku menatap aneh pada lilin yang kubiarkan tetap menyala karena bahkan setelah aku meniupnya sekuat tenaga, ia tidak juga bisa padam.
Api yang keluar dari sumbunya menyambar-nyambar tidak karuan di beberapa waktu yang tidak terkira. Kadang sedikit mengecil namun masih juga belum bisa padam dengan sendirinya.
Satu hari aku meniupnya dan mendapati cahaya lilin itu justru memancar semakin cemerlang dari sebelumnya. Aku terpaku tak paham dan bahkan hanya berakhir menatapnya aneh.
Baru aku tahu ternyata kamu telah menyalakan banyak lilin sebelum dan setelahnya. Lilin-lilin yang sulit untuk padam sekuat apapun orang meniupnya. Lilin-lilin yang membuat banyak orang terheran-heran karena sanggup menjadi lebih tinggi seiring berjalannya waktu.
Sebelum lilin ini menyala, semua baik-baik saja tanpa lilin. Meski gelap di sekelilingku, aku tidak pernah menghiraukannya. Kini, aku selalu haus akan cahaya lilin itu. Cahaya yang mematikan dan tidak sanggup dibendung lagi sambaran apinya.
Kamu memaksaku menikmati cahaya itu terus menerus, dan aku bahkan tak bertanya apa lilin itu menyala di dua sisi yang berbeda. Sisiku dan sisimu. Apa aku juga bisa memaksamu menikmati cahaya dari satu-satunya lilin yang akan kunyalakan untukmu? Atau kamu telah terbakar bersama api dari lilin lain yang lebih awal menyala di hadapanmu?
Apa kamu masih bisa menerima cahaya dari lilin lain?
Yang Pernah Berbahagia Walau Tanpa Lilin,
Neneng
Post a Comment