Raise Your Glass
Gelas di tangan kananku tak berhenti kuketuk-ketuk dengan kuku palsu yang
kupasang untuk malam ini saja. Kakiku terus melangkah perlahan mengelilingi
ruangan yang sangat luas ini, tapi tidak juga mataku bisa lepas dari apa yang
semenjak tadi menjadi perhatianku.
So, what am I celebrating
here?
Genggaman tangan mereka tidak akan lepas meski bagaimanapun tatapan mataku
mencoba mematahkan salah satu tulang yang dilapisi kulit milik satu dari
mereka. Betapa justru hatiku yang sudah patah berkeping-keping sejak aku memasuki
ruangan dan menemukan pemandangan yang amat kuhindari.
Jadi ketika seorang pelayan berseragam yang membawa nampan berisi beberapa
gelas minuman melewatiku, kuambil satu sebagai pengalih perhatian kemudian
mulai berkeliling kemana kakiku mengarah. Jauh, jauh dari mereka.
Untung saja aku adalah tipe orang yang pintar menyembunyikan perasaan.
Setidaknya dulu aku begitu, entahlah apakah sekarang aku masih punya kemampuan
tersebut. Tapi yang jelas, kali ini aku harus menghindar.
Ada yang tertinggal dan harus kuucapkan pada keduanya. Suatu hal yang tidak
pernah tersampaikan dan mungkin selamanya akan menjadi rahasiaku saja. Sesuatu
yang mungkin akan merusak persahabatanku dengan keduanya jika kukatakan itu
dulu ataupun sekarang. Hal yang kemudian berkali-kali urung kuungkapkan karena
konsekuensinya yang begitu besar.
They are my best friends, I’m
not gonna hurt any of them.
Setidaknya tidak sekarang ketika mereka sedang berbahagia dan entah
bagaimana aku jatuh terpuruk dan tenggelam dalam luka. Maka kulanjutkan
berkeliling dan menyapa yang lain tanpa pernah menunjukkan diriku sedikitpun
pada keduanya. That holding hands...
If I could, I would love to
erase this feeling from me years ago. But I couldn’t.
Tidak pernah sedikitpun aku berpikir akan jatuh terlalu dalam bahkan
setelah selewat bertahun-tahun sejak pertama kali rasa itu datang tanpa permisi
dan tangis yang mengiringi karena sesak yang datang terus menerus pun sama
sekali tidak kenal permisi sedikitpun.
Suara yang memanggilku dari kejauhan sontak menghancurkan pertahanan yang
sudah kususun rapi-rapi. Lambaian tangan keduanya mengarah kepadaku yang berada
di sisi ruangan yang maat berbeda tapi masih bisa dengan jelas melihat tangan
mereka yang lain saling terpaut satu sama lain. Aku tersenyum seadanya dan
mengacungkan gelasku sebagai ganti lambaian tangan.
Ketika pelayan lain kemudian lewat di sampingku, dengan cepat kuletakkan
gelas yang belum juga berkurang isinya itu dan segera keluar dari ruangan
sebelum udaranya semakin menyesakkan napasku.
How far can my feet take me away
from here? Sementara
lututku semakin lama semakin melemas seperti kehilangan tulangnya secara
tiba-tiba. Air mata banyak-banyak mulai mengalir seiring dadaku naik turun tak
karuan. Tak kusangka efeknya masih separah ini bahkan setelah sekian lama. Seharusnya
aku tahu perasaan ini hanya akan menghancurkanku di setiap detik keberadaannya,
tapi aku nampaknya terlalu picik untuk sekedar berpaling dan pergi secepat yang
aku bisa. Bertahun-tahun yang lalu..
---
Cerpen Indonesia
regards,
neneng
Labels:
cerita pendek
,
cerpen indonesia
,
hobby
,
hobi
,
indonesia
,
kumpulan cerpen
,
love
,
oneshot
,
story
,
you
Post a Comment