Monalisa (sebuah cerbung pembuka. enjoy :))

Aku melihatnya.
Tangan dan baju yang berlumuran darah itu.
Aku mengenalinya.
Lelaki itu serta merta menghampiriku dan menutup mulutku yang hendak berteriak dengan tangannya yang kini berwarna merah.
“Jangan pernah berpikir untuk mengungkapkan siapa aku dan apa yang telah aku lakukan didepan polisi atau kamu akan berakhir sepertinya.”
Mataku membelalak lebar melihat tubuh tertelungkup tak berdaya ditanah dari balik pundak lelaki itu. Dari tubuhnya mengalir darah segar meski aku tak tahu apa penyebabnya. Tak ada senjata apapun disisi tubuhnya yang mungkin digunakan oleh lelaki ini untuk menghujamnya.
“Berjanjilah kamu akan melindungiku!” Pinta lelaki itu. Aku bisa saja menolak tapi tidak saat ini. Aku mengangguk nanar. Sama sekali tidak tulus.
Bunyi sirene polisi dari kejauhan membuatnya ketakutan dan segera pergi meninggalkanku.
Apa-apaan ini?! aku bahkan belum sempat menyelamatkan diriku sendiri.
“Angkat tangan!” aku tahu percuma jika aku lari sekarang. Aku berbalik dan mendapati 3 polisi didepanku.
“Bukan aku…” hanya itu yang bisa keluar dari mulutku.
Salah satu dari mereka menghampiri tubuh tak bergerak itu sementara 2 yang lain menginterogasiku.
“Apa yang kamu lakukan disini?”
“Aku baru saja pulang dari kuliah. Ini jalan tercepat menuju rumahku.” Aku mengungkapkan yang sebenarnya.
“Bagaimana keadaannya saat kamu datang?”
“Ia….” Oke, aku tak tahu harus bagaimana mengarang cerita ini, “…sudah seperti itu saat aku datang.”
Sepertinya aku berhasil. Polisi itu menurunkan senjatanya dan menyuruhku menurunkan tanganku juga.
“Bagaimana?” tanya polisi yang menginterogasiku pada temannya yang melihat kondisi korban.
“Ia baru meninggal 10 menit yang lalu.”
Tanganku bergetar.
Polisi itu beralih kepadaku, “Jam berapa kamu sampai?”
Aku mencoba berdalih dari pertanyaan mereka dengan mengajukan pertanyaan baru, “Dari mana polisi tahu keberadaan…” aku enggan menyebut kata ‘mayat’, “…kejadian ini?”
Polisi itu menatap ke atas, ke sebuah jendela, “Wanita yang tinggal diatas sana melaporkan lewat telepon pada kami. Ia juga berkata bahwa pembunuhnya sempat membungkam seorang gadis. Itu berarti kau?”
Aku mengangguk sambil mengutuk-ngutuki wanita yang melapor.
“Kota ini tidak aman lagi. Dimana rumahmu…”
“Lisa. Panggil aku Lisa.” Tambahku.
“…ya, Lisa.” Lanjut polisi itu, “Dimana rumahmu?”
Aku menunjuk sebuah rumah kecil di sisi kiri gang dibelakang polisi itu, “Disana.”
Polisi yang lain menghampiri polisi penanya rumahku itu lalu berbisik. Mimpi aku semalam, sehingga siang ini aku terlibat hal yang sama sekali tidak terduga ini!
“Maafkan kami jika menganggumu, Lisa. Tapi kami butuh kesaksianmu karena hanya kamulah yang bisa kami tanyai tentang kejadian ini. Bisa kamu ikut kami ke kantor?”
“T..tentu. Sekarang?”
Anggukan polisi didepanku membuatku menghela napas panjang. Aku bahkan belum sempat menginjak lantai rumahku setelah pulang hampir satu jam yang lalu.
*
“Jadi…bisa kamu ceritakan apa yang kamu lihat tadi?”
Oke, aku tidak mungkin berkata aku tidak tahu apa-apa karena wanita diatas tempat kejadian itu bisa saja menceritakan yang ia lihat. Dan itu berarti bisa saja aku ikut dianggap bersalah.
“Lisa?”
Aku menatap polisi didepanku. Polisi ini masih muda dan cukup tampan, sepertinya ia tidak ada di TKP tadi. Joshua Uckermann. Begitu nama diseragamnya.
“Kau bisa tanya kepadaku, dan aku akan menjawabnya. Bagaimana?” tawarku pada polisi Joshua.
“Oke. Pertama..” ia terlihat berpikir sebentar, “..jam berapa kamu sampai di TKP?”
Kini aku yang berpikir. Cukup lama sambil menatap jam tanganku, “Antara jam 2 lewat 25 atau 30 menit siang ini. Entahlah, aku tidak terlalu memperhatikan.”
Joshua mengernyit, “Korban tercatat meninggal pukul 2 lewat 35 menit berdasarkan hasil forensik.”
Aku ikut mengernyit, “Aku yakin orang itu sudah meninggal sebelum aku datang. Darahnya begitu banyak. Tidak mungkin ia belum meninggal.”
“Bisa saja.”
Oops! Benarkah itu?
“Maksudmu?”
“Bisa saja orang itu baru meninggal beberapa saat setelah kamu datang. Lalu, benarkah kamu melihat pelakunya?”
Aku hanya mengangguk.
“Bisa kamu ceritakan ciri-cirinya?”
“Apa yang akan kalian lakukan jika aku tidak mau menceritakan ciri-ciri pelakunya?”
Joshua terkekeh pelan, “Terpaksa kami akan menahanmu karena kamu dianggap melindungi pelaku kejahatan.”
“Bagaimana bila aku tidak mau ditahan? Apa yang harus aku lakukan?”
“Kau harus ikut kami mengejar pelaku itu sampai dapat. Tertarik?”
“Mengejar? Apa ia sedang berlari?” tanyaku sambil bercanda.
“Menurut cerita orang disekitar tempat kejadian, pelakunya lari dan mungkin sudah berada dikota atau mungkin negara lain.”
“Wooow…”
Joshua tersenyum mengejekku, “Bukan saat yang tepat untuk terkagum-kagum. Apa kau akan menceritakan ciri-cirinya pada kami atau tidak?”
“Tidak.”
*
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------


to be continued

Post a Comment

Hey, It's Me! :)

My photo
I'm a girl, I'm a riot, I'm a dreamer. nice to meet you :)

Search

Instagram

Them :)

Categories

story (26) hobby (18) love (16) hobi (15) me (15) renungan (14) you (14) privasi (10) us (9) him (7) secret (7) indonesia (6) oneshot (6) cerpen indonesia (5) kumpulan cerpen (5) picture (5) poem (5) cerita pendek (4) download (3) biodiversitas (2) gossip girl (2) photography (2) sepi (2) Portugal (1) college (1) fauna (1) future (1) jurnal (1) review (1) scylla (1) subtitle (1) year (1)

Most Wanted :)